Eks Gubernur Bengkulu Agusrin masuk DPO dalam kasus cek kosong Rp 33 miliar

KEPOLISIAN Daerah Metro Jakarta Raya memasukkan mantan Gubernur Bengkulu, Agusrin Maryono Najamuddin, ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Agusrin bersama mantan anggota DPR, Raden Saleh Abdul Malik, sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dengan modus pemberian cek kosong kepada PT Tirto Alam Cindo (TAC).

Advertisements

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Budi Hermanto, menyatakan bahwa status DPO telah diterbitkan sejak 14 Oktober 2025. Kedua tersangka dimasukkan dalam daftar pencarian karena tidak memenuhi panggilan penyidik. “Berkas perkara sudah P21, tinggal tahap dua berupa pelimpahan tersangka dan barang bukti. Tersangka sudah dipanggil, namun tidak hadir,” kata Budi saat dikonfirmasi pada Sabtu, 6 Desember 2025.

Kasus ini sebelumnya ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Kuasa hukum PT TAC, Imam Nugroho, menjelaskan bahwa perkara bermula ketika kedua tersangka membeli saham senilai puluhan miliar rupiah menggunakan cek kosong.

Imam menyebut bahwa persoalan berawal pada 27 Maret 2017 ketika PT TAC menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Anugrah Pratama Inspirasi (API) milik Agusrin. Dalam kerja sama tersebut, PT API memberikan kuasa kepada PT TAC untuk menggunakan izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang dimilikinya.

Advertisements

Pada 18 April 2017, kedua perusahaan meningkatkan kerja sama dengan membentuk PT Citra Karya Inspirasi (CKI), dengan komposisi saham PT TAC sebesar 52,5 persen dan PT API sebesar 47,5 persen.

Selang beberapa waktu, Agusrin bermaksud membeli seluruh saham PT TAC di PT CKI karena ingin menjual HPH kepada pihak ketiga. Kesepakatan pun tercapai senilai Rp33,3 miliar. “Kesepakatan harga saham PT TAC di PT CKI itu terjadi pada 20 Juni 2019 setelah beberapa kali pertemuan,” kata Imam dalam keterangan tertulisnya.

Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan sejumlah dokumen lainnya. Agusrin membayar uang muka Rp2,5 miliar serta Rp4,7 miliar dalam transaksi berikutnya. Sisanya ditutup dengan penyerahan dua lembar cek masing-masing senilai Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar.

Pembayaran melalui PT API diwakili oleh Raden Saleh Abdul Malik. “Pembeli melalui Raden Saleh menyatakan akan membayar kepada PT TAC Rp33 miliar dengan menggunakan dua cek masing-masing Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar,” ujar Imam.

Dua lembar cek Bank BNI dengan nomor CP527029 dan CP527030 tersebut diserahkan Agusrin dan Raden Saleh kepada Tiana pada 9 Agustus 2019. Namun cek itu ternyata tidak dapat dicairkan karena dananya tidak tersedia.

Direktur Utama PT TAC, Ang Lau Shuk Yee atau Tiana, kemudian melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya. Laporan diterima dengan nomor LP/1812/III/YAN.2.5/2020/SPKTPMJ tertanggal 17 Maret 2020.

Setelah proses penyidikan, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menetapkan Agusrin dan Raden Saleh sebagai tersangka melalui surat bernomor B/16867/IX/RES.2.1/2021/Ditreskrimsus tertanggal 30 September 2021. Keduanya dijerat dengan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan berdasarkan Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tempo berupaya mengonfirmasi Agusrin lewat pesan WhatsApp. Namun, ia belum merespons.

Pilihan Editor: Bagaimana Penegak Hukum Mengusut Kayu Gelondongan di Banjir Sumatera

Advertisements