JogloNesia
Belakangan ini, pergerakan saham di sektor properti menunjukkan tanda-tanda pelemahan, bahkan mencatatkan penurunan sebesar 2,6% sepanjang pekan lalu. Meskipun demikian, secara keseluruhan kinerja sektor ini masih tergolong tangguh. Sejak awal tahun hingga Kamis (6/11), sektor properti berhasil membukukan kenaikan kinerja sebesar 36,48% year to date, jauh melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang tumbuh 17% pada periode yang sama.
Liza Camelia Suryanata, Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyoroti bahwa melandainya performa saham sektor properti belakangan ini dipicu oleh pandangan pasar yang menganggap sektor ini masih sangat bergantung pada stimulus dari pemerintah. Persepsi ini menjadi faktor kunci yang menahan laju penguatan lebih lanjut.
Jika menilik kinerja emiten di kuartal III-2025, gambaran yang muncul cukup beragam. Saham CTRA berhasil mencetak kenaikan laba bersih sebesar 27,6% secara tahunan (YoY) dengan margin yang membaik. Sementara itu, PWON mampu mempertahankan kinerjanya berkat pendapatan berulang dari lini bisnis mal dan hotel, meskipun penjualan pemasaran (marketing sales) relatif stagnan.
Pertumbuhan paling agresif dicatatkan oleh PANI. Pendapatannya pada akhir kuartal III-2025 melonjak 48,3% YoY mencapai Rp 3,1 triliun, disertai kenaikan laba bersih sebesar 62,6% YoY menjadi Rp 791 miliar. Peningkatan signifikan ini didorong oleh pengembangan kawasan PIK 2 yang memberikan kontribusi besar terhadap arus kas dan ekuitas grup.
Di sisi lain, MTLA dan BSDE menunjukkan kekuatan pada sisi marketing sales, namun laba bersih mereka justru tertekan. BSDE, misalnya, berhasil mencatat marketing sales sebesar Rp 7,1 triliun, atau sekitar 71% dari target. Namun, laba BSDE anjlok 49,6% akibat berbagai faktor, termasuk keterlambatan serah-terima unit, penurunan margin konstruksi, serta kenaikan beban bunga.
Liza mengingatkan investor akan perbedaan mendasar antara kinerja pemesanan (booking performance) dan kinerja keuangan (financial performance). Penjualan baru yang tinggi tidak serta-merta langsung tercermin dalam laporan laba, karena pengakuan pendapatan baru terjadi setelah memenuhi tahapan tertentu. Ia menekankan, “Jika penjualan baru tak segera menembus pipeline baru, risiko earnings stagnation di 2026 bisa muncul lebih cepat dari perkiraan,” ujarnya pada Kamis (6/11).
Prospek dan Katalis
Salah satu pendorong utama bagi sektor saham properti ke depan adalah perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga 31 Desember 2027. Kebijakan ini memberikan insentif PPN DTP sebesar 100% untuk pembelian rumah, yang diharapkan mampu mendorong penguatan daya beli masyarakat terhadap hunian.
Perpanjangan kebijakan pendukung bagi segmen rumah tapak menengah ini juga mencerminkan bahwa daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih untuk menopang pasar tanpa stimulus fiskal. “Pemerintah memilih menjaga policy-driven demand agar aktivitas konstruksi dan serah-terima tetap hidup,” jelas Liza.
Secara positif, langkah ini memberikan ruang waktu bagi para pengembang untuk menghabiskan backlog dan menyesuaikan strategi produk mereka. Namun, di sisi kritisnya, ketergantungan pada stimulus mengindikasikan bahwa pemulihan sektor properti masih rapuh. Liza menambahkan, “Belanja rumah yaitu produk berbiaya mahal dan bersifat non-esensial, masih tertahan oleh tekanan biaya hidup dan pertumbuhan upah yang lambat.”
Dengan potensi penurunan suku bunga domestik pada tahun 2026 dan stimulus yang masih aktif, emiten dengan portofolio rumah tapak di bawah Rp 2 miliar serta backlog siap serah-terima diperkirakan akan mencatat performa yang stabil. Namun, untuk menggaet segmen atas, pengembang perlu berinovasi dalam menciptakan nilai tambah: melalui proyek berkonsep eksklusif, kolaborasi global, serta narasi gaya hidup premium—bukan sekadar mengandalkan potongan PPN. Salah satu jagoan di kelas ini adalah PIK2.
“Tahun 2026 bukan masa euforia, melainkan masa penyaringan, siapa yang mampu bertahan lewat inovasi model bisnis dan strategi produk, bukan sekadar bergantung pada insentif pemerintah,” pungkas Liza.
Rekomendasi Saham
Berikut sejumlah rekomendasi saham teknikal dari Kiwoom Sekuritas Indonesia. Namun, perlu diingat, rekomendasi ini bukan ajakan untuk membeli atau menjual saham properti tertentu. Sesuaikan keputusan investasi dengan profil risiko masing-masing.
1. CTRA : bottoming phase dalam pattern Ascending Triangle.
POTENTIAL : jika MA10 & MA20 goldencross, early stage uptrend dimulai.
ADVISE : SPECULATIVE BUY ; AVERAGE UP >900.
TARGET awal: 930 , disambung ke : 985 -1010.
support : 885-870.

2. PANI : uptrend, tetapi belakangan dalam tren sideways.
support : 14200-14000 / 13400-13000
resistance : 15800 / 16500-16750 / 19000.
ADVISE : AVERAGE UP gradually.
3. PWON : tren sideways, perlu pendorong untuk mendobrak 380-384. Jika berhasil tercapai, bisa AVERAGE UP / beli agak banyak.
next TARGETS / ressitance : 398-406 / 424
support : 366 / 348.
ADVISE : AVERAGE UP accordingly.
4. MTLA : relatif uptrend
support : 420 / 400
resistance : 434-446 ==> ADVISE : AVERAGE UP jika break out level tsb.
TARGET : 468 / 480 / 500-510.
5. BSDE : menunggu tren kenaikan
ADVISE : BUY ON BREAK / AVERAGE UP >970.
TARGET / urutan resistance : 1000 / 1030 / 1085.
support : 950 / 925 / 900-880
Ringkasan
Sektor properti menunjukkan kinerja tangguh dengan kenaikan 36,48% secara year to date hingga November, jauh melampaui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), meskipun sempat melemah baru-baru ini. Pelemahan terkini dipicu oleh pandangan pasar yang menganggap sektor ini sangat bergantung pada stimulus pemerintah. Kinerja emiten di kuartal III-2025 bervariasi; CTRA dan PANI mencetak pertumbuhan laba signifikan, sementara MTLA dan BSDE menghadapi tekanan laba meskipun penjualan pemasaran kuat. Penting untuk diingat bahwa penjualan baru belum tentu langsung tercermin sebagai laba, berisiko stagnasi laba di 2026 jika tidak ada proyek baru dalam pipeline.
Prospek sektor properti didukung oleh perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir 2027, yang diharapkan mendorong daya beli masyarakat terhadap hunian. Kebijakan ini juga mencerminkan pemulihan daya beli yang masih rapuh dan upaya pemerintah menjaga aktivitas konstruksi. Dengan potensi penurunan suku bunga domestik pada tahun 2026 dan stimulus aktif, emiten properti dengan portofolio rumah tapak di bawah Rp 2 miliar serta backlog siap serah-terima diperkirakan akan stabil. Namun, tahun 2026 akan menjadi masa penyaringan bagi pengembang yang mampu bertahan melalui inovasi model bisnis dan strategi produk, bukan sekadar bergantung pada insentif pemerintah.
JogloNesia Informasi Jogja Solo Indonesia