JogloNesia JAKARTA. Tren penghimpunan dana di pasar modal Indonesia terus menunjukkan kinerja positif, mendekati target ambisius yang dicanangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hingga akhir Oktober 2025, total dana yang berhasil dihimpun telah mencapai 92,98% dari target Rp 220 triliun, mengindikasikan prospek yang cerah bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, menegaskan bahwa momentum penghimpunan dana di sektor pasar modal tetap kuat dan stabil. Nilai Penawaran Umum oleh korporasi tercatat sebesar Rp 204,56 triliun pada akhir Oktober 2025. Angka ini mencerminkan kenaikan signifikan sekitar Rp 16,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya, menunjukkan aktivitas yang bergairah.
Perbandingan tahunan juga menunjukkan pertumbuhan yang impresif. Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada Oktober 2024, di mana penghimpunan dana mencapai Rp 159,19 triliun dari 153 aksi korporasi, terdapat lonjakan sebesar 28,52% secara tahunan. Ini menegaskan bahwa minat investor dan korporasi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan terus meningkat.
Inarno Djajadi lebih lanjut mengungkapkan, pada Oktober 2025 saja, terdapat 17 emiten baru yang berhasil menghimpun dana senilai Rp 13,15 triliun. Dengan capaian saat ini, OJK hanya membutuhkan tambahan sekitar Rp 15,44 triliun untuk mencapai target Rp 220 triliun yang telah ditetapkan.
Optimisme pencapaian target didukung oleh pipeline yang menjanjikan. Inarno menyebutkan, masih ada 27 rencana Penawaran Umum dengan nilai indikatif mencapai Rp 20,21 triliun yang siap dieksekusi. Rinciannya, 12 rencana IPO diperkirakan senilai Rp 6,46 triliun, dua perusahaan berencana melakukan Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan nilai sekitar Rp 3,8 triliun, serta dua rencana Penawaran Umum Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk (EBUS) senilai Rp 1 triliun. Ditambah lagi, empat rencana penerbitan PUB EBUS Tahap I & II dengan potensi penghimpunan Rp 11 triliun.
Jika seluruh aksi penghimpunan dana dalam pipeline ini dapat terealisasi hingga akhir tahun, diproyeksikan pasar modal bahkan mampu melampaui target OJK sebesar Rp 220 triliun. Hal ini menjadi indikator kuat keberlanjutan pertumbuhan dan kepercayaan terhadap pasar modal Indonesia.
Sementara itu, dari sisi Bursa Efek Indonesia (BEI), per 7 November 2025, telah tercatat 24 perusahaan yang berhasil mencatatkan sahamnya dengan total dana terhimpun Rp 15,21 triliun. Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia, I Gede Nyoman Yetna, menjelaskan bahwa saat ini masih ada 13 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
Menariknya, beberapa di antaranya masuk dalam kategori “lighthouse company”, yaitu IPO dengan nilai kapitalisasi di atas Rp 3 triliun dan free float minimal 15%. Nyoman menyebut tiga sektor utama yang berpotensi memiliki perusahaan mercusuar ini, yakni sektor keuangan, infrastruktur, dan pertambangan. Dari 13 perusahaan dalam pipeline tersebut, enam di antaranya berasal dari aset skala menengah, lima perusahaan dengan aset skala besar di atas Rp 250 triliun, dan sisanya adalah perusahaan skala kecil dengan aset di bawah Rp 50 miliar.
Nyoman juga mengisyaratkan kemungkinan adanya Penawaran Umum Saham Perdana (IPO) dari perusahaan BUMN melalui Danantara, terutama yang termasuk dalam kategori perusahaan mercusuar. “Kami menjalin hubungan yang harmonis dengan pihak Kementerian BUMN sebelumnya, sekarang ke Danantara. Jadi harapan kami, ada lighthouse yang nanti berasal dari state-owned enterprise,” jelas Nyoman pada Kamis (6/11/2025).
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, Fath Aliansyah, menyatakan bahwa pasar tengah menantikan kabar tentang lighthouse company dari sektor-sektor yang disebut oleh otoritas BEI. Rumor IPO Superbank yang santer terdengar belakangan ini juga menjadi perhatian investor. “Kabar soal IPO Superbank sudah diberitakan berkali-kali. Namun akan lebih baik menunggu sampai benar-benar muncul di situs resmi e-IPO,” ujarnya dalam paparan, Jumat (7/11/2025).
Direktur Utama RHB Sekuritas Indonesia, Thomas, optimis bahwa di sisa tahun ini akan ada perusahaan yang siap secara fundamental, memiliki bisnis yang jelas, dan prospek pertumbuhan kuat untuk meluncur ke bursa saham melalui IPO. Meskipun demikian, ia memprediksi bahwa mayoritas emiten yang akan listing berpotensi lebih signifikan pada 2026, ketika kondisi eksternal seperti suku bunga global, sentimen investor, dan regulasi mulai lebih stabil.
Harapan besar muncul jika suku bunga global mulai menunjukkan penurunan, yang dapat memicu pergeseran likuiditas dari obligasi ke saham. Kondisi ini dipercaya akan sangat mendukung peningkatan jumlah IPO. Thomas melihat adanya sinyal positif bahwa ekspektasi ini dapat terwujud di Indonesia pada tahun depan, memperkuat posisi pasar modal Indonesia sebagai tujuan investasi yang menarik.
Ringkasan
Tren penghimpunan dana di pasar modal Indonesia menunjukkan kinerja positif, mendekati target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp 220 triliun. Hingga akhir Oktober 2025, total dana yang berhasil dihimpun telah mencapai Rp 204,56 triliun, atau 92,98% dari target. Angka ini mencerminkan kenaikan signifikan 28,52% secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. OJK hanya membutuhkan tambahan sekitar Rp 15,44 triliun untuk mencapai targetnya.
Optimisme pencapaian target didukung oleh *pipeline* yang menjanjikan, dengan 27 rencana Penawaran Umum senilai Rp 20,21 triliun yang siap dieksekusi. Bursa Efek Indonesia (BEI) per November 2025 juga mencatat 24 perusahaan yang berhasil mencatatkan sahamnya, dengan 13 perusahaan lain dalam *pipeline* IPO, termasuk potensi “lighthouse company” dari sektor keuangan, infrastruktur, pertambangan, dan BUMN. Proyeksi menunjukkan bahwa jika seluruh aksi terealisasi, pasar modal bahkan berpotensi melampaui target OJK. Penurunan suku bunga global di tahun mendatang diharapkan akan memicu lebih banyak IPO dan memperkuat pasar modal Indonesia.
JogloNesia Informasi Jogja Solo Indonesia