Gugatan Rp 200 M Amran Sulaiman ke Tempo: Kronologi Lengkap!

MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan eksepsi Tempo dalam perkara perdata yang diajukan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Putusan sela yang dibacakan pada Senin, 17 November 2025, ini menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

Advertisements

“Majelis mengabulkan eksepsi Tergugat,” demikian bunyi amar putusan yang secara efektif menghentikan proses persidangan. Lebih lanjut, majelis hakim mewajibkan Kementerian Pertanian sebagai pihak penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 240 ribu.

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Asropi, membenarkan putusan sela tersebut. “Betul. Kalau di e-court nanti sudah ditandatangani oleh panitera, para pihak bisa men-download putusan tersebut,” jelas Asropi.

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum Tempo berargumen bahwa sengketa ini merupakan sengketa pers yang seharusnya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Mereka berpendapat, Dewan Pers adalah lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa semacam ini.

Advertisements

Selain itu, kuasa hukum Tempo menyoroti bahwa pihak penggugat belum menempuh mekanisme wajib yang diatur dalam UU Pers, seperti hak jawab, hak koreksi, atau melapor ke Dewan Pers. Mereka juga menilai gugatan yang diajukan Amran merupakan bentuk Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP) yang didasari itikad buruk.

Lebih lanjut, tim hukum Tempo mempertanyakan kedudukan hukum (legal standing) penggugat dalam mengajukan gugatan. Argumen ini didasarkan pada dua poin utama: Pertama, pengaduan ke Dewan Pers diajukan oleh Wahyu Indarto, bukan Menteri Pertanian secara langsung. Kedua, objek sengketa, yaitu pemberitaan, tidak secara langsung memberitakan penggugat, melainkan aktivitas Bulog dalam penyerapan beras dan/atau gabah.

Gugatan ini juga dinilai sebagai bentuk penyalahgunaan hak dan dilakukan dengan itikad buruk, dengan indikasi intimidasi melalui tuntutan ganti rugi yang mencapai Rp 200 miliar.

Tim hukum Tempo juga menyoroti kesalahan pihak dalam gugatan ini, karena berita yang dipermasalahkan dipublikasikan oleh tempo.co yang berada di bawah PT Info Media Digital, bukan PT Tempo Inti Media Tbk. Mereka juga berpendapat bahwa Amran, sebagai seorang menteri, tidak memiliki dasar hukum yang eksplisit untuk menggugat atas nama pegawai kementerian, Bulog, dan petani Indonesia.

Sebagai informasi, Amran menggugat Tempo secara perdata dengan nilai fantastis, Rp 200 miliar. Gugatan ini didasarkan pada tuduhan bahwa Tempo melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menjalankan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers atas sengketa sampul berita “Poles-poles Beras Busuk”.

Berikut adalah kronologi lengkap perkara ini:

16 Mei 2025: Tempo harian menerbitkan artikel berjudul “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”. Artikel ini dilengkapi dengan sampul gambar karung beras dengan judul kontroversial “Poles-poles Beras Busuk” yang ditayangkan di media sosial Instagram dan Twitter. Artikel tersebut membahas upaya Bulog membeli semua gabah petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram.

19 Mei 2025: Ketua Kelompok Substansi Strategi Komunikasi dan Isu Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Wahyu Indarto, mengadukan poster tersebut ke Dewan Pers.

4 Juni 2025: Mediasi antara Wahyu Indarto dan Tempo difasilitasi oleh Dewan Pers. Pihak pengadu menyoal penggunaan kata “busuk” dalam judul. Tempo menjelaskan bahwa kata “busuk” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua makna: rusak dan berbau tidak sedap. Istilah gabah rusak merujuk pada pernyataan para narasumber, termasuk petani, pengamat pangan, pejabat Bulog, dan bahkan Menteri Pertanian. Karena tidak mencapai kesepakatan, Dewan Pers melanjutkan proses mediasi menjadi PPR.

18 Juni 2025: Tempo menerima PPR bertanggal 17 Juni 2025. Dewan Pers merekomendasikan Tempo untuk memperbaiki judul poster dalam waktu 2 x 24 jam setelah menerima PPR, memoderasi komentar pada edisi 16 Mei 2025, memuat catatan poster disertai permintaan maaf kepada pengadu dan masyarakat, serta melaporkan pelaksanaan PPR kepada Dewan Pers.

19 Juni 2025: Tempo menjalankan seluruh rekomendasi PPR dengan mengubah judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak”, meminta maaf kepada pengadu dan pembaca, menghapus pos lama edisi 16 Mei 2025, dan melaporkan pelaksanaan PPR kepada Dewan Pers.

2 Juli 2025: Redaksi Tempo menerima informasi bahwa Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggugat Tempo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

10 Juli 2025: Pemanggilan pertama persidangan gugatan Menteri Amran Sulaiman.

15 Juli 2025: Dewan Pers membalas surat Tempo yang menanyakan sikap Dewan Pers atas pelaksanaan PPR dan keberatan Wahyu Indarto, namun tidak secara tegas menjawab dua pertanyaan tersebut.

7 Agustus – 4 September 2025: Mediasi antara Tempo dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengalami jalan buntu. Pengadilan menyatakan mediasi gagal karena Amran tidak pernah hadir dalam lima kali pertemuan.

11 September 2025: Dewan Pers menjawab surat Tempo dengan menyatakan menerima surat keberatan pelaksanaan PPR dari Wahyu Indarto bertanggal 26 Juni 2025.

3 November 2025: Pemeriksaan saksi ahli. Pada hari yang sama, komunitas wartawan menggelar demonstrasi di PN Jakarta Selatan, menolak dan mengkritik gugatan Amran sebagai bentuk “bredel gaya baru” yang berpotensi membangkrutkan media.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga turut bersuara, mendesak Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk menghentikan gugatan perdata terhadap PT Tempo Inti Media Tbk. Gugatan senilai Rp 200 miliar ini dinilai sebagai ancaman terhadap kebebasan pers. “Kami termasuk pihak yang berpikir bahwa harusnya gugatan perdata itu dihentikan,” tegas Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, dalam sebuah diskusi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Senin, 20 Oktober 2025.

Nany Afrida menegaskan bahwa sengketa pemberitaan seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menurut Lembaga Bantuan Hukum Pers, mekanisme Dewan Pers dalam kasus ini sudah selesai, dibuktikan dengan adanya Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR) yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Tempo.

Merevisi berita dan memohon maaf, menurut Nany, adalah tindakan yang lebih memalukan bagi seorang jurnalis daripada harus membayar ganti rugi.

Dia juga menekankan bahwa gugatan ini merupakan upaya pembungkaman terhadap kritik dan kontrol pers. Padahal, jurnalis memiliki peran penting sebagai “anjing penjaga demokrasi”. Gugatan perdata terhadap Tempo juga dapat menyebabkan jurnalis ragu untuk menulis isu sensitif tentang pejabat publik, sehingga memicu penyensoran internal, meskipun berita tersebut penting untuk diketahui publik.

Dewan Pers sendiri telah menegaskan bahwa setiap sengketa pemberitaan harus diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penegasan ini disampaikan melalui situs resmi mereka pada Selasa, 18 November 2025.

UU Pers memberikan mandat khusus kepada Dewan Pers sebagai mediator penyelesaian sengketa. Melalui kewenangan tersebut, Dewan Pers memastikan bahwa setiap persoalan yang bersumber dari karya jurnalistik diuji terlebih dahulu melalui aspek etika, sebelum dibawa ke ranah hukum. Mekanisme ini dirancang untuk menjaga kebebasan pers dan mencegah kriminalisasi terhadap wartawan.

Dalam praktiknya, penyelesaian sengketa dilakukan melalui serangkaian proses non-litigasi, seperti mediasi, pemberian hak jawab, koreksi, hingga permintaan maaf jika ditemukan pelanggaran etik. Dewan Pers meyakini bahwa model penyelesaian ini memberikan ruang negosiasi yang lebih luas bagi pihak yang bersengketa, sekaligus menjaga akurasi dan profesionalitas media.

Dewan Pers juga mengingatkan aparat penegak hukum mengenai kewajiban untuk berkoordinasi sebelum memproses laporan terkait pemberitaan. Polisi dan pengadilan diminta untuk memastikan terlebih dahulu apakah perkara yang diadukan merupakan produk jurnalistik. Jika benar, maka penanganannya harus tunduk pada mekanisme sengketa pers.

Langkah ini dianggap penting untuk mencegah penggunaan pasal-pasal pidana secara serampangan terhadap wartawan. Dewan Pers berpendapat bahwa masalah pemberitaan bukanlah perkara kriminal, melainkan urusan etika dan profesionalisme yang penyelesaiannya telah diatur secara khusus.

Dengan mekanisme yang mengutamakan koreksi dan hak jawab, Dewan Pers mengklaim bahwa hasil penyelesaian sengketa biasanya lebih adil dan proporsional dibandingkan dengan proses hukum yang berlarut-larut. Model ini dinilai mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan publik atas informasi dan perlindungan terhadap kebebasan pers.

Pilihan Editor: Hubungan Kekerabatan hingga Politik Amran dan Haji Isam

Ringkasan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan eksepsi Tempo dalam gugatan perdata Rp 200 miliar yang diajukan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, menyatakan bahwa pengadilan tersebut tidak berwenang mengadili perkara sengketa pers ini. Majelis hakim mewajibkan Kementerian Pertanian membayar biaya perkara. Putusan ini didasarkan pada argumen kuasa hukum Tempo bahwa sengketa ini seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers sesuai Undang-Undang Pers.

Gugatan Amran dinilai sebagai bentuk Unjustified Lawsuit Against Press (ULAP) dan penyalahgunaan hak dengan itikad buruk, serta upaya intimidasi melalui tuntutan ganti rugi yang besar. Tim hukum Tempo juga menyoroti kesalahan pihak dalam gugatan karena berita dipermasalahkan dipublikasikan oleh tempo.co (PT Info Media Digital), bukan PT Tempo Inti Media Tbk, serta mempertanyakan dasar hukum Amran menggugat atas nama pegawai kementerian, Bulog, dan petani.

Advertisements