Sponsored

Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Utang Dibayar APBN? Ini Kata Pengamat!

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, secara tegas menolak opsi pelunasan utang proyek kereta cepat yang berpotensi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menanggung beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB), mengingat tanggung jawab finansial proyek tersebut berada di tangan Danantara.

Penolakan ini muncul sebagai respons atas usulan dari Dony Oskaria, selaku Chief Operating Officer (COO) Danantara, yang sebelumnya mengemukakan ide pembayaran utang PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) oleh pemerintah. Purbaya menegaskan kembali komitmen awal proyek ini.

Menanggapi polemik tersebut, Anthony Budiawan, ekonom sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), turut angkat bicara. Menurutnya, pembebanan utang kereta cepat kepada pemerintah adalah hal yang tidak semestinya terjadi. Anthony menekankan, “Proyek kereta cepat ini kan, awalnya memang B2B (business-to-business). Jadi, tidak ada urusannya dan tidak boleh untuk dijamin apalagi dibayar menggunakan APBN.” Pernyataan ini disampaikan Anthony kepada Kompas.com pada Minggu, 13 Oktober 2025.

Dalam pandangan Anthony, sikap Menteri Keuangan Purbaya yang menolak penggunaan APBN untuk menalangi utang proyek kereta cepat adalah langkah yang tepat dan sesuai prinsip. Ia menambahkan, “Menteri Purbaya sudah benar, dalam arti dia tidak bisa mengambil keputusan sendiri terkait hal ini.”

Sponsored

Anthony lebih lanjut menjelaskan bahwa bahkan seandainya Menteri Purbaya memiliki keinginan untuk menggunakan APBN, kewenangan untuk itu tidak ada padanya. “Seandainya pun dia mau, dia tidak bisa melakukannya. Sebab, setiap penggunaan dana yang bersumber dari APBN wajib melalui persetujuan DPR. Jadi, dalam konteks ini, ia tidak memiliki wewenang untuk menetapkan bisa atau tidaknya,” papar Anthony dengan jelas.

Mekanisme penggunaan APBN jauh lebih kompleks. Menurut Anthony, pihak yang berwenang untuk mengusulkan penggunaan dana tersebut adalah pemerintah, dalam hal ini presiden. Usulan tersebut harus dituangkan dalam sebuah Rancangan Undang-Undang APBN (RUU APBN), baik itu APBN murni maupun perubahan, yang kemudian harus mendapatkan persetujuan dari DPR. “Hanya jika disetujui oleh DPR, barulah langkah tersebut bisa direalisasikan,” imbuhnya.

Dengan demikian, penggunaan APBN bukanlah keputusan yang bisa diambil secara sepihak, melainkan harus melalui prosedur dan persetujuan yang ketat dari DPR. Sekalipun skema suntikan dana melalui APBN ini akhirnya disetujui, Anthony menegaskan bahwa pembayaran utang kereta cepat akan tetap disalurkan melalui Danantara. “Suntikan dana pasti akan melalui Danantara, sebab pemerintah bukan lagi pemilik langsung proyek ini. Mekanisme penyaluran dana dilakukan via Danantara,” tutupnya.

Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sendiri telah mengajukan dua alternatif solusi untuk mengatasi beban utang proyek kereta cepat yang membengkak akibat cost overrun. Opsi pertama mencakup penambahan dana ekuitas atau suntikan modal tambahan. Sementara opsi kedua mengusulkan penyerahan infrastruktur kepada pemerintah. Situasi inilah yang kemudian memicu Menteri Keuangan Purbaya untuk secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap penggunaan APBN demi melunasi utang kereta cepat tersebut.

Proyek kereta cepat ini telah menciptakan tekanan finansial yang signifikan bagi PT KAI (Persero), sebagai entitas yang terlibat langsung dalam konsorsium. Total utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, yang dibebankan melalui konsorsium KCIC, kini mencapai angka fantastis Rp 116 triliun, termasuk di dalamnya pembengkakan biaya atau cost overrun. Jumlah ini tentu menjadi beban yang sangat berat bagi PT KAI dan KCIC, yang bahkan masih membukukan kerugian pada semester I-2025.

Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mencari solusi jangka panjang yang berkelanjutan, guna memastikan keberlanjutan operasional proyek vital ini tanpa harus mengorbankan atau membebani keuangan negara secara berlebihan.

Ringkasan

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa secara tegas menolak opsi pelunasan utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan APBN, menegaskan bahwa tanggung jawab finansial berada di tangan Danantara. Penolakan ini menanggapi usulan COO Danantara, Dony Oskaria, agar pemerintah menanggung utang PT KCIC. Ekonom Anthony Budiawan mendukung sikap Menteri Keuangan, menyatakan proyek tersebut adalah B2B dan APBN tidak seharusnya digunakan untuk menjamin atau membayarnya.

Anthony menjelaskan bahwa penggunaan APBN memerlukan persetujuan DPR melalui RUU APBN yang diajukan oleh Presiden. Sebelumnya, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara telah mengusulkan penambahan ekuitas atau penyerahan infrastruktur untuk mengatasi pembengkakan biaya (cost overrun). Total utang proyek yang kini mencapai Rp 116 triliun, termasuk cost overrun, menciptakan tekanan finansial signifikan bagi PT KAI dan KCIC.

Sponsored